Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hoaks, Individualis hingga Krisis Kesantunan G-Z




Diterbitkan di Koran Jakarta edisi Jumat 28/6/2019
(http://www.koran-jakarta.com/hoaks--individualis-hingga-krisis-kesantunan-g-z/)



Judul : Dari Halliday hingga Hanan Attaki
Penulis : Dosen Progresif
Penerbit : Sulur
Cetakan : April 2019
Tebal : 256 Halaman
ISBN : 978-602-5803-32-1


Kementerian Kominfo selama April 2019 menemukan 486 hoaks di mana 209 di antara­nya kategori politik seperti menyerang capres-cawapres, partai politik, KPU, dan Bawaslu. Salah satu contoh hoaks adalah ceramah Rahmat Baequni yang menyebut ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal karena diracun.
Menurut Yulfan Alif Nurohman, dalam buku halaman 188, selama ini sumber berita palsu dipersepsikan berasal dari pengguna media sosial (medsos). Perlu pencegahan akan menyeruaknya berita palsu tersebut. Buku juga membahas perkembangan teknologi generasi Z (G-Z). Menurut Oblinger pada halaman 2, G- Z me­rupakan lahir tahun 1995–sekarang.
Hidup di tengah-tengah teknologi canggih memudahkan G-Z menja­dikan kemauan diri dalam sekejap mata. Mereka hanya membu­tuhkan paket internet. Semua yang di­harapkan dengan mudahnya menjadi kenyataan. Jadi sudah bisa diketahui bahwa G-Z akrab dengan teknologi sejak lahir. Segala bentuk kegiatan me­reka dikontrol gawai atau gadget.
Di balik kemudahan dalam mengakses informasi, G-Z juga dise­rang berita hoaks dan krisis kesantu­nan. Hal itu membuat mereka sangat mudah terjerumus dalam pergaulan yang salah. Mereka juga semakin ma­las melakukan kegiatan yang berurus­an dengan orang banyak atau berso­sialisasi. Mereka cenderung memilih bermain gadget dan medsos.
Perkembangan teknologi mempe­ngaruhi segala aspek kehidupan mulai dari pendidikan, ekonomi, bisnis, hingga budaya. Segala kebutuhan mudah didapat melalui gadget. Untuk berbelanja tak perlu berdesak-desakan dan berpanas-panasan menuju toko. Semua tinggal klik di online store.
Instagram adalah medsos paling di­gemari G-Z untuk mengikuti tren-tren. Misalnya berpakaian dan gaya bicara mulai kearab-araban atau meng­gabungkan bahasa Arab dan Indone­sia. Generasi ini acap kali menerima informasi hanya dari satu sumber. Keagamaannya masih sebatas perbin­cangan doktrin, tanpa dibekali ilmu yang jelas. Kalau sudah cocok dengan pendakwah tertentu, susah menerima pendakwah lain.
Dalam melakukan kegiatan, hendaknya mengedepankan sikap santun agar tidak menyinggung orang lain. Banyak kasus karena pengaruh negatif internet, tak jarang pelajar pengguna medsos yang merasa kena cyber bullying trauma berat hingga lebih memilih bunuh diri. Di zaman serbasangat instan ini, jangan mudah melabeli orang dari yang dikenakan.
G-Z sebaiknya selalu menyaring lebih dulu setiap informasi sebelum membagikan ke orang lain. Terka­dang banyak ustaz yang kurang tepat dalam menafsirkan suatu ayat. Ketika G-Z merasa yang didakwahkan ustaz tadi sesuai dengan dirinya, cenderung membagikan ke story Instagram dan Whatsapp, tanpa menelusur lebih lan­jut kebenaran ayat tersebut.
Buku ini membantu mereka da­lam menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Buku juga memberi pengetahuan tentang ilmu kebahasaan, kesantunan, pragmatik, komunikasi dan isu-isu mutakhir. G-Z harus selalu berhati-hati dalam me­lakukan sesuatu yang dapat memicu ujaran kebencian.




Posting Komentar untuk "Hoaks, Individualis hingga Krisis Kesantunan G-Z"