Kita Adalah Kartini
Kartini tak hanya hidup dalam sejarah, tapi bernafas dalam langkah kita hari ini-
Kartini tak hanya hidup dalam sejarah, tapi bernafas dalam langkah kita hari ini-
Kutipan ini menegaskan bahwa peran seorang ibu bukan hanya urusan rumah tangga, tetapi juga pilar peradaban, bahwa perempuan modern tetap menjalankan peran utama sebagai istri dan ibu, sembari tetap produktif di dunia kerja.
Siapa Kartini bagi kita hari ini?
Setiap tanggal 21 April, kita mengenang sosok perempuan luar biasa bernama Raden Ajeng Kartini. Namun, pertanyaannya: apakah Kartini hanya hidup dalam sejarah dan buku pelajaran saja? Atau justru, Kartini itu... kita?
Hari ini, perempuan tidak hanya hadir sebagai sosok di balik layar, tetapi juga menjadi penentu arah, penggerak roda kehidupan, bahkan tiang negara seperti yang dikatakan Kartini sendiri:
Dan siapakah yang akan menyangkal bahwa ibu adalah tiang negara? Dari antara pangkuannyalah manusia pertama-tama menerima didikannya - Kutipan buku R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang
Kartini bukan hanya tentang memperjuangkan hak untuk bersekolah. Kartini adalah tentang keberanian menjadi diri sendiri, tentang perempuan yang tak takut melangkah, dan tentang mereka yang menjalani tiga peran sekaligus: sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai karyawan.
Hari ini, kita adalah Kartini. "Kartini tidak hanya hadir di masa lalu, tapi ia hidup dalam diri setiap perempuan masa kini." - Dalam diam kita berpikir, dalam letih kita tetap berdiri, dan dalam peluh kita tetap tersenyum. Karena kita tahu, semua ini adalah bentuk cinta untuk keluarga, untuk masa depan, dan untuk diri kita sendiri. Perubahan zaman tidak menghapus nilai perjuangan Kartini, justru memperluasnya.
Makna Peran Ganda Perempuan
Menjadi perempuan di masa kini adalah tentang menjalani banyak peran dalam satu waktu. Kita adalah istri yang mendampingi pasangan, karyawan yang produktif di tempat kerja, dan ibu yang menjadi sekolah pertama bagi anak.
Kadang, peran-peran ini datang bersamaan bahkan tumpang tindih. Pagi hari kita menyiapkan sarapan untuk keluarga, lalu berlari mengejar waktu agar tak terlambat ke kantor atau menyelesaikan pekerjaan dari rumah. Pulang kerja, masih ada tumpukan cucian, mainan yang berserakan, dan tugas sekolah anak yang menanti.
Namun, di balik semua itu, ada kekuatan yang tidak selalu terlihat. Kekuatan untuk mencintai, menyemangati, mengatur, mengalah, dan terus bertumbuh. Peran ganda ini bukan beban, tapi bentuk aktualisasi diri bahwa perempuan mampu, bukan hanya sebagai pendukung, tapi juga sebagai penentu arah.
Seringkali kita merasa tidak sempurna, kadang ada tugas kantor yang tertunda, kadang anak merasa kita kurang hadir. Tapi justru di situlah letak kemanusiaan kita. Kita bukan superwoman yang tak pernah lelah. Kita adalah perempuan yang mencintai perannya dengan cara yang nyata dan sederhana.
Menjalani tiga peran ini bukanlah hal yang mudah. Tetapi, bukan juga hal mustahil. Karena sejatinya, cinta seorang perempuan bisa menjelma dalam berbagai bentuk. Dalam tawa, dalam pelukan, dalam kerja keras, dan dalam doa-doa yang tak pernah terdengar.
Mengaitkan dengan Semangat Kartini
Lebih dari seratus tahun yang lalu, Kartini menulis surat-surat penuh kegelisahan dan harapan. Ia berbicara tentang kebebasan berpikir, hak perempuan untuk belajar, dan tentang dunia yang lebih adil bagi perempuan. Saat itu, ia belum menjadi ibu, belum menjadi istri. Tapi pikirannya jauh melampaui zamannya.
Kini, saat kita berada di tengah kehidupan modern dengan teknologi, pendidikan, dan kesempatan yang terbuka semangat itu masih bergema. Kita adalah jawaban dari doa-doa Kartini yang ditulis dalam gelap, dengan cahaya hati sebagai penerangnya.
Ketika kita memilih untuk terus belajar meski sudah bekerja, ketika kita tetap bekerja demi masa depan keluarga, ketika kita mendidik anak-anak dengan nilai-nilai kebebasan berpikir, itulah wujud nyata dari surat-surat Kartini yang tidak pernah usang.
"Ibu adalah tiang negara"
Kalimat ini bukan hanya pujian, tapi panggilan. Bahwa dari pangkuan perempuan, akan lahir generasi baru. Dan dari tangannya yang lembut namun kuat, dunia bisa berubah.
Perjuangan hari ini tidak lagi dalam bentuk pena dan surat, tapi dalam bentuk tindakan nyata. Dalam setiap keputusan yang kita ambil, dalam keberanian kita menolak untuk menyerah, dalam keteguhan menjalankan semua peran sekaligus dengan cinta.
Perempuan Masa Kini adalah Kartini Baru
Kartini hari ini bukan lagi hanya mereka yang menulis surat untuk Belanda. Kartini hari ini adalah perempuan yang bangun pagi untuk menyiapkan bekal suami dan anaknya, lalu rapat daring sambil memasak, atau momong sambil bekerja. Kartini hari ini adalah perempuan yang tetap bekerja keras, bahkan saat tubuh dan pikirannya ingin menyerah.
Dia ada di dapur, di ruang kerja, di ruang kelas, di rumah sakit, bahkan di balik kemudi. Ia hadir dalam diam, dalam peluh, dalam senyum yang tak selalu ditukar tepuk tangan.
Kita semua adalah Kartini dengan cara kita masing-masing. Ada yang memilih fokus mendidik anak-anak di rumah, dan ada yang meniti karier sambil tetap menjaga hangatnya keluarga. Tak ada satu pun yang lebih hebat dari yang lain. Karena keberanian itu tak selalu lantang. Kadang ia hadir dalam bentuk keteguhan untuk terus berjalan, meski pelan.
Aku sendiri misalnya: Sebagai seorang ibu dan karyawan, pernah merasa lelah dan bertanya, “Apakah aku sudah cukup?” Tapi setiap pelukan anak dan setiap pencapaian kecil di pekerjaan menjadi jawaban bahwa semua ini ada artinya. Bahwa ini bukan sekadar rutinitas, tapi bentuk cinta dan keberanian.
Kita tidak sempurna, dan tidak harus menjadi sempurna. Tapi kita terus berusaha. Dan itu sudah sangat luar biasa. Hari ini, kita tidak lagi menulis surat kepada Belanda. Tapi kita terus menulis sejarah dalam setiap langkah, dalam setiap pilihan, dalam setiap peran yang kita jalani.
Kartini pernah berkata bahwa perempuan adalah tiang negara. Dan hari ini, tiang-tiang itu berdiri tegak, tidak hanya menopang rumah, tapi juga dunia.
Maka, untuk setiap perempuan yang sedang berjuang di rumah, di kantor, dan di mana pun berada ingatlah bahwa kamu bukan sendiri. Di balik mata lelahmu, ada nyala yang tak pernah padam. Di balik ragumu, ada kekuatan yang tidak selalu kamu sadari.
Kita adalah Kartini
Dalam cinta yang kita beri, dalam keberanian yang kita jalani, dalam pilihan yang kita ambil setiap hari. Teruslah melangkah, meski perlahan. Karena setiap langkahmu adalah kelanjutan dari mimpi-mimpi Kartini. Dunia butuh lebih banyak perempuan sepertimu.
Posting Komentar