Refleksi & Surat Cinta untuk Suamiku

Table of Contents


8 Desember selalu punya tempat khusus di hati saya. Lima tahun lalu, tepat di tanggal ini, saya menuliskan sebuah catatan sederhana di blog “Untukmu, Suamiku.” Waktu itu saya masih istri baru, masih penuh harapan, penuh degup-degup canggung tentang masa depan. Tidak pernah saya bayangkan bahwa lima tahun kemudian, saya akan kembali menulis di tempat yang sama, membawa lebih banyak syukur, lebih banyak cerita, dan lebih banyak cinta.

Hari ini kami merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-5. Sebuah angka kecil kalau dibandingkan dengan perjalanan panjang yang ingin kami tempuh, tetapi di balik angka lima ini ada begitu banyak proses, ujian, kejutan, dan karunia dari Allah yang tak pernah putus.

Tulisan ini adalah rangkuman perjalanan kami, refleksi kecil sebagai istri, sekaligus surat cinta untuk suami yang selalu menemani setiap naik turunnya hidup.

2020 — Awal Sebuah Perjalanan

Tahun pertama kami adalah masa penyesuaian: belajar berkompromi, belajar mengenal kebiasaan satu sama lain, dan belajar membangun rumah tangga dari nol. Waktu itu saya masih sering menulis tentang betapa saya ingin belajar menjadi istri yang baik, dan betapa saya berharap Allah menjaga cinta kami setiap hari.

Saya tersenyum sendiri ketika membaca tulisan lama itu. Ternyata doa yang saya panjatkan waktu itu, perlahan satu per satu dikabulkan Allah melalui proses panjang.

2021 — Perjuangan Menjemput Masa Depan

Tahun ini penuh doa dan kecemasan, terutama saat suami berjuang dalam proses CPNS di Demak. Saya melihat sendiri bagaimana ia belajar, berusaha, dan tidak pernah mengeluh meski lelah. Saya belajar satu hal penting: bahwa perjuangan suami adalah juga perjuangan keluarga.

Kami masih hidup dengan sederhana, tapi justru di situ kami merasa kaya: kaya harapan, kaya doa, kaya keberanian untuk mencoba.

2022 — Hadiah Terindah: Anak Pertama

Allah menghadiahi kami seorang anak laki-laki, kebahagiaan yang tak terlukiskan. Saya belajar menjadi ibu di tengah ketidaktahuan dan keraguan. Suami saya, yang biasanya pendiam, berubah menjadi sosok paling sigap ketika bayinya menangis.

Saat anak sakit, kami belajar begadang bersama, belajar sabar bersama, dan belajar kuat bersama.

2023 — Membangun Rumah, Membangun Harapan

Tahun ini kami mulai membangun rumah kami sendiri. Bukan rumah mewah, tapi pondok kecil yang setiap sudutnya kami isi dengan kerja keras dan harapan.

Saat bata-bata disusun, kami belajar lagi bahwa pernikahan pun dibangun dengan cara yang sama: sedikit demi sedikit, dengan kesabaran, dengan kerja sama, dan dengan rasa saling percaya.

2024 — Saat Giliran Saya Berjuang

Kalau 2021 adalah tahun perjuangan suami, maka 2024 adalah tahun saya. Saya ikut seleksi PPPK, melewati proses yang panjang dan menguras tenaga. Namun dalam setiap langkah, ada suami saya yang setia menjadi pundak tempat saya pulang, menenangkan ketika saya gelisah, menguatkan ketika saya ragu.

Saya sering berpikir: barangkali begini caranya Allah menunjukkan cinta-Nya dengan menghadirkan seseorang yang tak pernah pergi meski dunia terasa berat.

2025 — Tahun Penuh Berkah

Tahun ini adalah puncak rasa syukur kami. Pelantikan saya sebagai ASN PPPK menjadi salah satu pencapaian terbesar dalam hidup saya. Dan di saat yang sama, Allah kembali menitipkan amanah kecil: kehamilan anak kedua.

Saya merasa seperti ditarik kembali ke versi diri saya yang lima tahun lalu yang menulis doa-doa kecil di blog dengan hati penuh harap. Bedanya, kali ini saya menuliskan doa dengan mata yang berkaca-kaca, karena saya tahu: Allah benar-benar mendengar.

Mas, terima kasih sudah menjadi imam terbaik untukku.
Terima kasih sudah sabar membimbing, menenangkan, dan memahami aku dalam banyak keadaan yang kadang sulit kujelaskan. Terima kasih sudah selalu menjadi orang pertama yang percaya aku bisa, bahkan saat aku sendiri meragukan diri.

Aku bersyukur setiap hari karena Allah memilihkanmu sebagai pendampingku. Banyak hal yang tak pernah aku ungkapkan, tapi aku selalu memperhatikan caramu berjuang untuk keluarga, caramu mencintai tanpa banyak kata, caramu hadir di saat aku butuh sandaran.

Semoga Allah menjaga cinta kita selamanya.
Semoga rumah yang kita bangun dipenuhi keberkahan.
Semoga anak-anak kita tumbuh dalam dekapan kasih sayang kita berdua.

Terima kasih untuk lima tahun yang hangat ini, Mas.
Mari bersama meraih lima tahun berikutnya, sepuluh tahun berikutnya, dan seterusnya dengan cinta yang terus kita rawat sama-sama.

Istrimu, selalu.

Posting Komentar